Dalam pelaksanaanya games memerlukan kemampuan kognitif yang
lebih besar dibandingkan dengan bermain (play), untuk bermain hopscotch sondah
atau permainan kartu perang, orang harus dapat menghitung, mengenali
angka-angka pokok, dan memahami konsep lebih banyak/lebih sedikit. Siswa-siswa
yang bermain game juga harus memiliki toleransi frustasi yang cukup dan
pengujian realitas untuk menerima batasan-batasan dalam berperilaku,
bergiliran, mengikuti aturan, dan menerima kekalahan. Disamping itu dalam games
diperlukan sejumlah konsentrasi dan persistensi untuk mengikuti suatu
permainan.
Lebih jauh lagi, bermain game melibatkan suatu tantangan
pribadi untuk menerapkan keterampilan-keterampilan seseorang (Rusmana, 2009b,
h. 13). Karakteristik terakhir yang membedakan antara play dengan game adalah persyarat-persyarat
game untuk interaksi interpersonal. Sepanjang sejarah, games telah berkembang
sebagai aktivitas sosial dengan melibatkan dua orang atau lebih.
Pada kebanyakan games, tindakan-tindakan partisipasi
memandang penting, artinya hasil dari game tergantung pada interaksi-interaksi
dari para pemain, dan bukan pada tindakan satu orang pemain saja. Berbeda
halnya dengan bermain yang tak terstruktur yang dapat dilaksanakan oleh dua
orang siswa atau lebih dengan interaksi yang kecil diantara mereka. (Rusmana,
2009b, h. 13).
Refrensi :
Refrensi :
- Masnipal, (2008). Model Pengembangan Kreativitas Melalui Permainan Konstruktif Dalam Proses Pendidikan Anak Usia Dini. Disertasi Pascasarjana UPI: Tidak diterbitkan.
- Rusmana, N. (2009a). Bimbingan dan Konseling Di Sekolah. Bandung: RIZQI PRESS.